FISIP UNDIP Bahas Peran Cyber Troops dalam Konferensi Internasional “Online Influence Operations”

Posted by Admin

Agustus 23, 2025

Semarang, 22–23 Agustus 2025 – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk “Online Influence Operations in Southeast Asia” pada 22–23 Agustus 2025. Acara ini menghadirkan akademisi, peneliti, dan pakar dari dalam dan luar negeri untuk membahas dinamika operasi pengaruh digital di Asia Tenggara, khususnya dalam konteks sosial dan politik kontemporer.

Hari pertama konferensi dibuka oleh Dr. Teguh Yuwono (Dekan FISIP UNDIP) dan Wijayanto, Ph.D. (Wakil Rektor IV UNDIP), kemudian dilanjutkan keynote lecture oleh Prof. Merlyna Lim berjudul “Platforms, Politics, and Publics: The Algorithmic Manufacture of Consent in Southeast Asia”. Merlyna menekankan bagaimana algoritma media sosial memengaruhi opini publik serta memperkuat praktik politik tertentu.

Diskusi panel pada hari pertama menghadirkan beragam topik, mulai dari perbandingan operasi pengaruh domestik di Indonesia, Filipina, dan Thailand (Kris Ruijgrok), konseptualisasi industri disinformasi (Ratna Aini Hadi), hingga manipulasi konten di TikTok yang terkait militer Indonesia (Nicolas Kriswinara dan Samuel Gema). Ross Tapsell turut menyoroti bagaimana otoritarianisme digital berkembang melalui operasi pengaruh yang semakin canggih.

Pada hari kedua, pembahasan difokuskan pada evolusi propaganda digital. Dr. Kris Ruijgrok mengomentari riset Yatun Sastramidjaja dengan mempertanyakan batas antara persuasi dan propaganda. Ary Hermawan menambahkan bahwa meski pasukan siber kerap beroperasi dalam jumlah kecil, efek snowball yang ditimbulkan dapat membentuk propaganda luas di media sosial.

Sementara itu, Salvatore Simarmata mengulas kampanye serangan (attack campaigning) dalam Pemilu 2019 yang dapat menggeser dukungan publik melalui narasi negatif, sedangkan Sylvia Savitri menekankan bagaimana budaya penggemar (fan culture) memicu polarisasi, bahkan hingga ajakan boikot terhadap tokoh publik yang terafiliasi politik. Prof. Ward B. mengingatkan bahwa polarisasi di Indonesia perlu dibandingkan dengan negara lain untuk melihat kecenderungannya, apakah bersifat positif atau justru melemahkan demokrasi.

Dalam sesi lain, Moses H. Siregar menampilkan eksperimen lapangan di Instagram yang menunjukkan bagaimana cyber troops tidak sekadar membujuk, tetapi juga menciptakan keseragaman pandangan politik yang lebih efektif daripada persuasi individual. Diskusi ini juga menyinggung kasus “digital coup” di internal Partai Demokrat sebagai contoh bagaimana media sosial mampu melemahkan oposisi politik.

Rangkaian konferensi selama dua hari ini memperlihatkan bagaimana media sosial kini menjadi arena utama pembentukan opini publik, arena kontestasi politik, sekaligus sarana otoritarianisme digital. Kemunculan cyber troops menjadi salah satu tantangan ataupun kajian menarik di arena pembahasan ini. Keberagaman perspektif yang muncul diharapkan dapat memperkaya kajian akademik dan memberi pemahaman lebih mendalam mengenai operasi pengaruh digital di Asia Tenggara.

Penulis: Rr. Angelina Belicia Putri

Kontak Media:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro
Email: fisip@undip.ac.id | Telp: (024) 7465407

MORE FROM @FISIP UNDIP

0 Komentar

You cannot copy content of this page